Laman

Rabu, 17 Agustus 2011

DIAGRAM VENN & TEORI IRISAN DALAM ILMU FARAIDL

ABSTRAK
Ilmu faraidl atau ilmu waris dalam Islam adalh suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan semua aspek yang berhubungan dengan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia yang kemudian akan dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dalam ilmu ini juga diterangkan siapa saja yang berhak menerima harta tersebut, ada tiga golongan yang berhak menerima harta pusaka tersebut ; pertama, dzawul  furudl, yaitu orang-orang yang berhak menerima harta warisan dengan bagian yang telah ditentukan. Kedua, ahlu ashobah, yaitu orang-orang yang berhak menerima harta warisan namun bagiannya tidak ditentukan. Ketiga adalah dzawul arham, yaitu ornag-orang yang bisa mendaptkan harta warisn dengan bagian-bagian tertentu, namun mereka mandapat harta tersebut apabla sudah tidak ada golongan pertama dan kedua. Namun ada beberapa orang yang termasuk dalam dzawil furudl  dan ahlu ashobah, mereka kadang mendapat bagian tertentu namun kadang juga mendapat sisa seperti halnya ahlul ashobah
PENDAHULUAN
Penerapan teori himpunan dalam ilmu faraidl ini dimaksudkan guna mempermudah dalam pemahan dan pencernaan pembelajaran ilmu faraidl ini yang nota bene adalah ilmu yang susah dan ilmu yang cepat hilang dan yang merupakan ilmu pertama yang  akan dicabut dari muka bumi ini.[1]
Penerapan digram venn juga sangat membantu dalam mempermudah pemahaman dalam ilmu faraidl ini.[2]
LANDASAN TEORI
Teori himpunan yang diaplikasikan dalam ilmu waris ini adalah teori irisan, namun teori irisan disini ada sedikit perbedaan.
Dalam teori himpunan, irisan dua himpunan (misalkan A  B) adalah himpunan yang anggota-anggotanya merupakan elemen dari himpunan kedua himpunan tersebut ( dimana )
Dalam ilmu waris juga mengenal teori ini. Dalam ilmu waris terdapat beberapa himpunan. Diantaranya adalah  Ahlu Furudl dan Ahlu ashobah.
Anggota-anggota dari kedua golongan tersebut tentunya berbeda-beda, namun ada beberapa yang merupakan anggota dari kedua golongan / “himpunan” tersebut.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian :
1.      Pengklasifikasian yang lebih sistematis dalam penyusunan ahli-ahli waris
2.      Dari pengklasifikasian tersebut, disimpulkan ada satu klasifikasi lagi yang jarang diperhatikan oleh orang-orang, yaitu irisan antara kelompok-kelmpok klasifikasi tersebut.
3.      Pembuatan diagram venn yang nota bene lebih menjelaskan dengan sedikit lebih abstrak sehingga lebih mudah dicena dan diingat.
PEMBAHASAN
Anggota-anggota pada himpunan Dzawul Furudl (D) adalah suami, istri satu orang atau lebih, ibu, ayah, kakek, nenek satu orang atau lebih, anak perempuan, putri anak laki (cucu wanita dari anak laki), saudari kandung, saudari satu ayah, saudara satu ibu baik laki maupun wanita.
Sedangkan anggota-anggota dari Ahlu Ashobah (A) adalah ayah, kakek, putra, cucu laki dari putra dan keturunannya, saudara kandung, saudara satu ayah, putra saudara kandung serta putra saudara satu ayah dan keturunannya, paman kandung serta paman satu ayah dan ayah mereka, putra paman kandung serta putra paman satu ayah dan keturunannya, laki-laki yang memerdekakan dan wanita yang memerdekakan. Anak perempuan, putri anak laki (cucu), saudari kandung dan saudari satu ayah. 
Keterangan di atas dapat dituangkan dalam diagram berikut :

Keterangan :

D.   dzawul Furudl
A.   ahlul ashobah
a.       suami,
b.      istri,
c.       ibu,
d.      ayah,
e.       kakek,
f.       nenek,
g.      anak perempuan,
h.      putri anak laki (cucu wanita dari anak laki),
i.        saudari kandung,
j.        saudari satu ayah,
k.      saudara satu ibu baik laki maupun wanita.
l.        ayah,
m.    kakek
n.      putra,
o.      cucu laki dari putra dan keturunannya,
p.      saudara kandung,
q.      saudara satu ayah,
r.        putra saudara kandung
s.       putra saudara satu ayah,
t.        paman kandung paman satu ayah dan ayah mereka,
u.      putra paman kandung serta putra paman satu ayah dan keturunannya,
v.      laki-laki dan wanita yang memerdekakan.


Jadi anggota-anggota yang merupakan bagian dari dzawul furudl dan ahlul ashobah adalah ayah, kakek, anak perempuan, putri anak laki (cucu wanita dari anak laki), saudari kandung dan saudari satu ayah.
Adapun keterangan lebih lanjut, bagaiman aturan main dalam pembagian ini tidak saya terangkan karena selain tidak berhubungan dengan teori himpunan juga terlalu banyak dan luas yang tudak mungkin dapat tersampaikan dengan sempurna.

KESIMPULAN
Ilmu faraidl atau ilmu waris dalam Islam adalh suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan semua aspek yang berhubungan dengan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia yang kemudian akan dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dalam ilmu ini juga diterangkan siapa saja yang berhak menerima harta tersebut, ada tiga golongan yang berhak menerima harta pusaka tersebut ; pertama, dzawul  furudl, yaitu orang-orang yang berhak menerima harta warisan dengan bagian yang telah ditentukan. Kedua, ahlu ashobah, yaitu orang-orang yang berhak menerima harta warisan namun bagiannya tidak ditentukan. Ketiga adalah dzawul arham, yaitu ornag-orang yang bisa mendaptkan harta warisn dengan bagian-bagian tertentu, namun mereka mandapat harta tersebut apabla sudah tidak ada golongan pertama dan kedua. Namun ada beberapa orang yang termasuk dalam dzawil furudl  dan ahlu ashobah, mereka kadang mendapat bagian tertentu namun kadang juga mendapat sisa seperti halnya ahlul ashobah



[1] Al-Hadits
[2] Lih. pembahasan

SEJARAH TRIGONOMETRI

1.      Pengertian Trigonometri
Trigonometri berasal daro bahasa Yunani yaitu tri artinya tiga, gonomon artinya sudut dan metria yang artinya ukuran jadi. Jadi, trigonometri adalah pengukuran sudut segitiga.
Menurut Edward J. Byng bahwa trigonometri adalah ciptaan orang arab. Oleh karena itu, banyak kata-kata dalam trigonometri yang menggunakan istilah dari Arab.

2.      Awal Kemunculan Trigonometri
Walaupun pada mulanya trigonometru dikaji sebagai cabang astronomi tetapi akhirnya trigonometri berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Perkembangan awal trogonometri terbukti digerakkan disebabkan keperluan penyelesaian masalah astronomi. Kemunculan trigonometri merupakan proses yang perlahan. Jika dibandingkan dengan cabang matematika lain, trigonometri berkembambang disebabkan hubungan antara pendidikan matematika terapan dengan keperluan sains dalam bidang astronomi. Hubungan ini dianggap saling berkait, tetapu tersembunyi sehingga zaman Renaissans trigonometri dijadikan sebagai topik tambahan dalam astronomi.

3.      Perkembangan dan Tokoh-Tokoh Trigonometri
Trigonometri sebagai alat utama astronomi telah menjadi bidang kajian yang sangat diminati oleh ahli-ahli matematika islam sehingga trigonometri dapat berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Orang islam adalah orang yang pertama kali menekankan pengkajian prinsip-prinsip cahaya. Ia adalah al-Haitham, yang telah menulis risalah-risalah penting tentang topik. Al-Haitham membina bentuk awal prinsip-prinsip cahaya yang akhirnya menjadi hukum snell tentang pembiasan cahaya. Prinsip oprik al-Haitham memberu sesuatu insipirasi supaya perhatian terhadap astronomi dan trigonometri lebih diutamakan. Berikut ini beberapa nama tokoh dalam trigonometri :
  1. Al-Khawarizmi
Al-Khawarizmi adalah seorang tokoh matematika besar yang [ernah dilahirkan islam dan disumbangkan pada peradaban dunia. Mungkin tak seratus tahun sekali akan lahir kedunia orang-orang seperti beliau. Al-Khawarizmi selain terkenal dengan teori algoritmanya, beliau juga membangun teori-teori matematika lain. dalam bidang trigonometri beliau menemukan pemakaian sin, cos, tangent dan secan.
  1. Al-Battani
Nama lengkap al-Battani adalah Mohammad Ibn Jabir Ibn Sinan Abu Abdullah Al-Battani, dilahirkan di Battan Mesopotamia pada tahun 850 M dan meninggal meninggal dunia di Damsyik pada tahun 929 M. Beliau adalah putera raja Arab, juga gubernur Syria yang dianggap sebagai ahli astronomi dan ahli matematika islam yang tekemuka. Al-Battani yang bertanggung jawab memperkenalkan konsep-konsep modern, perkembangan fungsi-fungsi dan identity trigonometri. Beliau biasanya menggunakan formula sinus dengan lebih jelas dibandingkan penjelasan dari orang Yunani. Beliau juga menemukan rumus-rumus sebagai berikut :
1)       
2)        
3)        

  1. Abu al-Wafa
Nama lengkapnya adalah Abu al-Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yaya Ibn Ismail al-Buzjani lahir di Buzjan, Nishapur, Iraq tahun 940 M. sejak kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya, Abu al-Wafa memutuskan untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi di Baghdad pada tahun 959 M. Berkat bimbingan sejumlah ilmuwan terkemuka masa itu, tak berapa lama ia menjelma menjadi seorang pemuda yang berotak cemerlang. Dia pun lantas banyak membantu para ilmuwan serta secara pribadi mengembangkan teori terutama dalam bidang trigonometri. Konstruksi bangunan trigonometri versi abu al-Wafa diakui sengat besar manfaatnya. Beliau mengembangkan metode baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan memakai delapan decimal. Abu al-Wafa pun mengembangkan hubungan sinus dengan rumus
         dan   
Banyak buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak bidang ilmu. Namun, tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini. Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih ada sudah dimodifikasi. Abu al-Wafa juga banyak menuangkan karya tulisnya di jurnal ilmiah Euclid, Diophantus dan al-Khawarizmi, tetapi sayangnya banyak yang telah hilang. Karena konstribusinya yang besar terhadap bidang trigonometri, beliau dijuluki  sebagai peletak dasar ilmu trigonomteri.
  1. Ibn al-Shatir
Nama lengkapnya adalah ‘Ala al-Din Ali Ibn Ibrahim Ibn al-Muwaqit, lahir pada tahun 1306 M dan meninggal tahun 1375. karyanya tertuang dalam rasad ibn shatir (pemerhati ibn shatir).

4.      Aplikasi Trigonometri
Jauh sebelum astronom muslim mengembangkan metode pengamatan dan teoritisnya yang maju, mereka sudah memiliki keahlian dalam menerapkan pengetahuan astronomi untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam ibadah. Praktek agama islam selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat, apakah dalam kaitan dengan shalat atau untuk menentukam awal bulan dan hari libur dalam kalender hijriah muslim
Shalat harus terarah dan waktunya juga tertentu. Seluruh kaum muslimin shalat menghadap mekag kota kuno yang menjadi tempat bangunan suci umat islam, yakni ka’bah. Kebutuhan administrasi dan komunikasi pada awal-awal ekspansi islam menghasilkan kebutuhan kalender baru yang islami. Sehingga khalifah yang berkuasa pada abad ke-7 membuat suatu sistem baru yang berbeda dengan kalender Gregorian dan Julian didasarkan pada siklus bulan (kabisat) bukannya siklus matahari. Kalender baru ini berawal pada hari pertama tahun hijrah (622 M), kepindahan nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Tanggal ini yang diperkirakan terjadi pada akhir September, menandai awal tahun satu dalam kalender islam. Fakta bahwa kalender tersebut didasarkan pada tahun kabisat membuat prosedur konversi antara kalender islam dan kalender Gregorian menjadi rumit. Seluruh hari libur dan hari raya muslim, dan juga ramadhan sebagai bulan untuk berpuasa dijadwalkan pada tahun kabisat. Maka penampakan bulan sabit yang pertama pada bulan yang baru merupakan momen penting bagi seluruh ibadah muslim. Alat astronomi yang paling spektakuler adalah astrolabus, merupakan instrument perhitungan yang penting pada abad pertengahan dan awal-awal renaissans. Selain menentukan waktu shalat dan arah mekkah, astrolabus sebagai penentu waktu dan perputaran tahunan benda-benda langit, pengukuran diatas bumi dan informasi astrologi.

SEJARAH ALJABAR

1.      Pengertian Aljabar
Aljabar berasal dari Bahasa Arab "al-jabr" yang berarti "pertemuan", "hubungan" atau "perampungan") adalah cabang matematika yang dapat dicirikan sebagai generalisasi dan perpanjangan aritmatika. Aljabar juga merupakan nama sebuah struktur aljabar abstrak, yaitu aljabar dalam sebuah bidang[1].
Aljabar adalah cabang matematika yang mempelajari struktur, hubungan dan kuantitas. Untuk mempelajari hal-hal ini dalam aljabar digunakan simbol (biasanya berupa huruf) untuk merepresentasikan bilangan secara umum sebagai sarana penyederhanaan dan alat bantu memecahkan masalah. Contohnya, x mewakili bilangan yang diketahui dan y bilangan yang ingin diketahui.
2.      Asal Usul Aljabar
Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal dari Babilonia Kuno yang mengembangkan system matematika yang cukup rumit, dengan hal ini mereka mampu menghitung dalam cara yang mirip dengan aljabar sekarang ini. Dengan menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus dan menghitung solusi untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan dengan menggunakan  persamaan Linier, persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu. Sebaliknya, bangsa Mesir dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam melenium pertama belum masehi, biasanya masih menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan seperti ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam “the Rhind Mathematical Papyrus”, “Sulba Sutras”, “Eucilid’s Elements” dan “The Nine Chapters on the Mathematical Art”. Hasil bangsa Yunani dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab elemen, menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi formula metematika di luar solusi khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum untuk menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.
Seperti telah disinggung di atas istilah “aljabar” berasal dari kata Arab “al-jabr” yang berasal dari kitab “Al-Kitab aj-jabr wa al-Muqabala” (yang berarti “The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing”) Yang ditulis oleh matematikawan Persia Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi. Kata “Al-Jabr” sendiri sebenarnya berarti penggabungan (reunion). Matematikawan Yunani di zaman Hllenisme, Diophantus, secara tradisional dikenal sebagai “Bapak Aljabr”, walaupun sampai sekarang masih diperdebatkan, tetapi ilmuwan yang bernama R Rashed dan Angela Armstrong dalam karyanya bertajuk The Development of Arabic Mathematics, menegaskan bahwa Aljabar karya Al-Khawarizmi memiliki perbedaan yang signifikan dibanding karya Diophantus, yang kerap disebut-sebut sebagai penemu Aljabar. Dalam pandangan ilmuwan itu, karya Khawarizmi jauh lebih baik di banding karya Diophantus.
Al-Khawarizmi yang pertama kali memperkenalkan aljabar dalam suatu bentuk dasar yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan konsep aljabar Diophantus lebih cenderung menggunakan aljabar sebagai alat bantu untuk aplikasi teori bilangan.
Para sajarawan meyakini bahwa karya al-Khawarizmi merupakan buku pertama dalam sejarah di mana istilah aljabar muncul dalam konteks disiplin ilmu. Kondisi ini dipertegas dalam pembukuan, formulasi dan kosakata yang secara teknis merupakan suatu kosakata baru.
Ilmu pengetahian aljabar sendiri sebenarnya merupakan penyempurnaan terhadap pengetahuan yang telah dicapai oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Kedua bangsa tersebut telah memiliki catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah aritmatika, aljabar dan geometri pada permulaan 2000 SM. Dalam buku Arithmetica of Diophantus terdapat beberapa catatan tentang persamaan kuadrat. Meskipun demikian persamaan yang ada belum terbentuk secara sistematis, tetapi terbentuk secara tidak sengaja melalui penyempurnaan kasus-kasus yang muncul. Karena itu, sebelum masa al-Khawarizmi, aljabar belum merupakan suatu objek yang secara serius dan sistematis dipelajari[2].

3.      Tokoh-tokoh Dalam Mengembangkan Aljabar
a.       Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi, Ia adalah yang pertama kali yang mencetus Al-Jabar dalam bukunya dengan judul “Al-kitab al-jabr wa-l-Muqabala” kitab ini merupakan karya yang sangat monumental pada abad ke-9 M. ia merupakan seorang ahli matematika dari Persia yang dilahirkan pada tahun 194 H/780 M, tepatnya di Khawarizm, Uzbeikistan.
b.      Al-Qalasadi dalam mengembangkan matematika sungguh sangat tak ternilai. Ia sang matematikus Muslim di abad ke-15, kalau tanpa dia boleh jadi dunia dunia tak mengenal simbol-simbol ilmu hitung. Sejarang mencatat, al Qalasadi merupakan salah seorang matematikus Muslim yang berjasa memperkenalkan simbol-simbol Aljabar. Symbol-simbol tersebut pertama kali dikembangkan pada abad 14 oleh Ibnu al-Banna kemudian pada abad 15 dikembangkan oleh al-Qalasadi, al-Qalasadi memperkenalkan symbol-simbol matematika dengan menggunakan karakter dari alphabet Arab[3].
Ia menggunakan wa yang berarti “dan” untuk penambahan (+), untuk pngurangan (-), al-Qalasadi menggunakan illa berarti “kurang”. Sedangkan untuk perkalian (x), ia menggunakan fi yang berarti “kali”. Simbol ala yang berarti ”bagi” digunakan untuk pembegian (/).
c.       Nikolai Ivanovich Lobachevsky (1 Desember 179224 Februari 1856) adalah matematikawan Rusia. Ia terutama dikenal sebagai orang yang mengembangkan geometri non-Euclides (independen dari hasil karya János Bolyai) yang diumumkannya pada 23 Februari 1826, serta metode hampiran akar persamaan aljabar yang dikenal dengan nama Metode Dandelin-Gräffe
d.      Sharaf al-Dīn al-Muaffar ibn Muammad ibn al-Muaffar al-ūsī (1135-1213) adalah matematikawan dan astronom Islam dari Persia. Sharif al-Din mengajar berbagai topik matematika, astronomi dan yang terkait, seperti bilangan, tabel astronomi, dan astrologi. Al-Tusi menulis beberapa makalah tentang aljabar. Dia memberikan metode yang kemudian dinamakan sebagai metode Ruffini-Horner untuk menghampiri akar persamaan kubik. Meskipun sebelumnya metode ini telah digunakan oleh para matematikawan Arab untuk menemukan hampiran akar ke-n dari sebuah bilangan bulat, al-Tusi adalah yang pertama kali yang menerapkan metode ini untuk memecahkan persamaan umum jenis ini. Dalam Al-Mu'adalat (Tentang Persamaan), al-Tusi menemukan solusi aljabar dan numerik dari persamaan kubik dan yang pertama kali menemukan turunan polinomial kubik, hasil yang penting dalam kalkulus diferensial
e.       Omar Khayyam, ilmuwan yang berasal dari Persia ini membangun Aljabar Geometri dan menemukan bentuk umum geometri dari persamaan kubik.
f.       Kowa Seki ilmuwan yang berasal dari Jepang pada abad 17, ia mengambangkan tentang determinan.
g.      Robert Recorde adalah seorang yang memperkenalkan tanda “=” yang terdapat dalam bukunya yang berjudul “The Whetstone of Witte” pada tahun 1557.[4]

4.       Klasifikasi dari Aljabar
Aljabar secara garis besar dapat dibagi dalam beberapa kategori berikut ini:
a.       Aljabar Elementer, yang mempelajari sifat-sifat operasi pada bilangan riil direkam dalam symbol sebagai konstanta dan variabel, dan aturan yang membangun ekspresi dan persamaan matematika yang melibatkan simbol-simbol. (bidang ini juga mencakup materi yang biasanya diajarkan di sekolah menengah)
Aljabar Elementer adalah bentuk paling dasar dari Aljabar, yang diajarkan pada siswa yang belum mempunyai pengetahuan Matematika apapun selain daripada Aritmatika Dasar. Meskipun seperti dalam Aritmatika, di mana bilangan dan operasi Aritmatika (seperti +, -, x, ) muncul juga dalam aljabar, tetapi disini bilangan seringkali hanya dinotasikan dengan symbol (seperti a, x, y, ). Hal ini sangat penting sebab: hal ini mengijinkan kita menurunkan rumus umum dari aturan Aritmatika (seperti a + b = b + a untuk semua a dan b), dan selanjutnya merupakan langkah pertama untuk penelusuran yang sistematik terhadap sifat-sifat sitem bilangan riil.
Dengan menggunakan symbol, alih-alih menggunakan bilangan secara langsung, mengijinkan kita untuk membangun persamaan matematika yang mengandung variable yang tidak diketahui (sebagai contoh “Carilah bilangan x yang memenuhi persamaan 3x+1=10”) . Hal ini juga mengijinkan kita untukmembuat relasi fungsional dari rumus-rumus matematika tersebut (sebagai contoh “Jika anda mnjual x tiket, kemudian anda mendapat untung 3x -10 rupiah, dapat dituliskan sebagaif(x) = 3x – 10, dimana f adalah fungsi dan x adalah bilangan dimana fungsi f bekerja”)[5]
b.      Aljabar Abstrak, kadang-kadang disebut Aljabar Modern, yang mempelajari Stuktur Aljabar semacam Grup, ring dan Medan (fields) yang didefinisikan dan diajarkan secara aksiomatis.
c.       Aljabar Linier, yang mempelajari sifat-sifat khusus dari Ruang Vektor (termasuk Matrik)
d.      Aljabar Universal, yang mempelajari sifat-sifat bersama dari semua Stuktur aljabar.



[2] Al-khwarizmi dan pemikirannya dalam bidang matematika, Muhammad Sabirin   hal : 694-695
[4] Wahyudin, Sudrajat. ”Ensiklopedi Matematika untuk SLTP. Tarity Samudra Berlian 2003. jakarta  hal.104
[5] www.suaramedia.com yang ditulis oleh Alexander pada bulan maret 2009